Hiduppastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Hakikat Insan - ALLAH & FIRMAN Bagaimana bisa Allah yang… Facebook لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌLAISA KAMITSLIHI SYAIUN Dialah Allah, Yang Maha Esa memahami laisa kamislihi syaiun - Ahmad - YouTube لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌLAISA KAMITSLIHI SYAIUN Bab 8 Soalan 52 Apakah maksud Allah melihat dengan SEKALI LIHAT? Allah mendengar dengan SEKALI DENGAR? Allah berkata dengan SEKALI KATA? Apa kaitannya dengan ayat KUN ALLAH SWT adalah Laisa Kamitslihi Syai’un - YouTube LAISA KAMISLIHI SYAIUN BERBANDING TRILOGY TAUHID ALA SEBUAH SEKTE - fitnah fitnah akhir zaman Pertuhankan hanya kepada Allah Tonnydreamtheater’s Blog Memahami Laisa Kamitslihi Syaiun Hikmah Buya Yahya - YouTube SITI JENAR - BONUS ARTIKEL Dzikrullah Bukan Ingat Allah tapi Sadar Allah Kata Dzikir memang kalau di terjemahkan menjadi ingat, tapi ketika dzikir tersebut di hubungkan dengan Allah “dzikrullah” maka objek ingat Laisa Kamislihi Syaiun Surat HARGAI - TVTarekat Rahasia ILLAHi - MARTABAT HATI Teringat ketika kakek ku berkata “cucuku.. cukup bagimu mengenalku lalu jagalah hati-mu selalu” .—————— Inilah hal yang menyatakan “MARTABAT HATI ” Hati itu ada 2 Apakah Allah Punya Wajah? Maksud Ayat Laisa Kamislihi Syai’un - Tadqiq Dakwah TQN PPSS Facebook Sholat dalam pandangan Ilmu Hakekat Jalan Akhirat Makna Laisa Kamitslihi Syaiun - Kajian Medina Allah Wujud Tiada Bertempat.. RAHSIA HAKIKAT SHOLAT LAISA KHAMISLIHI SYAIUN - TVTarekat Makna Laisa Kamitslihi Syaiun - Kajian Medina Khusus . Makrifat - ☆Haqikat Shalat Dan Perjalanan Hidup☆ Perjalanan hidup ataupun perjalanan dalam agama semua berdasarkan hukum dan aturan yg harus mampu dilalui dan ditaati serta mampu untuk dijalankan Kendati diri hanyalah seorang RAHSIA HAKIKAT SHOLAT Kitab Makrifat PDF Tasybih dan Tanzih Hai jiwa-jiwa nan tenang kembalilah… Ilmu Hikmah PDF Fitrah hakiki - 帖子 Facebook TvTarekat Ringkasan Mengenal Zikir Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat Zikir Rahsia - TVTarekat Makrifat tentang dzat Alllah sifat لَيْسَ كَمِثْلِهِ pada Alllah Allahu laysa kamithlihi shay' - Solo - YouTube keseluruhan Al Quran pada titik ba by siti sxn Hal Keadaan Tuhan ~ Pusaka Madinah Garis Besar Kitab Diri Yang Tersembunyi PDF Arti Laisa لَيْسَ dan Contoh Kalimatnya - TAMAN CINTA ALLAH TIDAK SERUPA DENGAN MAKHLUKYA doKTrin WAHDAH AL-WUJUD dalam nasKah RAMBANG Doktrin Wahdah AlWujud dalam Naskah Rambang Tegal Muhammad - [PDF Document] Fitrah hakiki - 帖子 Facebook MENGENAL DIRI, MENGENAL ALLAH~ - TVTarekat MAQOM AL MUWAHIDIN ''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''' ALAM ini se doKTrin WAHDAH AL-WUJUD dalam nasKah RAMBANG Doktrin Wahdah AlWujud dalam Naskah Rambang Tegal Muhammad - [PDF Document] Ajaran Mengenal Diri Studi Naskah Tasawuf yang Berkembang di Kalimantan Selatan Kajian Hadi ALLAH itu LAISA KAMISLIHI SYAIUN !!!! - YouTube Kumpulan Artikel Makrifat - 2 PDF Kitab Makrifat - Mempelajari Sholat Hakekat - ID5cfac9883cb60 Hal Keadaan Tuhan ~ Pusaka Madinah DOC NASKAH-NASKAH ILMU DAN AMALAN Abah Saddam - Fitrah hakiki - 帖子 Facebook Sandal jepit.. Sepasang sandal jepit Laman 2 KOSONG / ADAM. / MATI - TVTarekat MANUSIA PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM KEGIATAN TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH TQN DI LEMBAGA DAKWAH TQN SURYALAYA KABUPATEN CakNun Terbaru Allah Itu Laisa Kamitslihi Syaiun atau Tidak Menyerupai Apapun - YouTube Tuak Lombok Illahi - 1 PDF Mengenal Diri-Flip eBook Pages 201 - 250 AnyFlip AnyFlip PDF MANUSIA & TUHAN Erwin Saputra - NASKAH-NASKAH TAUHID Kitab Barencong Apk Download - APK free PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM KEGIATAN TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH TQN DI LEMBAGA DAKWAH TQN SURYALAYA KABUPATEN MANUSIA RAHSIA HAKIKAT SHOLAT - PDF Download Gratis One Mysterious Generation Official 489 2018 DUA KALIMAH SYAHADAH - akal baligh Kajian Hadi ALLAH itu LAISA KAMISLIHI SYAIUN !!!! - YouTube NASKAH-NASKAH TAUHID PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN keseluruhan Al Quran pada titik ba by siti sxn tenteraangin – Kajian Ilmu Ghaib Hakikat Shalat PDF Ilmu Hikmah [z0xj7xgywgln] MENGENAL DIRI, MENGENAL ALLAH~ - TVTarekat MANUSIA - PDF MANUSIA & TUHAN Erwin Saputra - Inilah Jawapan Satu Nama Allah Yang Tersembunyi 6 dec pg – MAKRIFAT TOK KENALI Bolehkah Membayangkan Dzat Allah? Islam NU Online PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM KEGIATAN TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH TQN DI LEMBAGA DAKWAH TQN SURYALAYA KABUPATEN Laisa kamislihi syaiun wahuwa samiul Basir ayat diatas menunjukkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala - Ilmu Hikmah [z0xj7xgywgln] MEMPELAJARI SHOLAT HAKEKAT Ini Jawaban Singkat di Mana, Bagaimana, Kapan, dan Berapa Allah Islam NU Online Makrifat tentang dzat Alllah sifat لَيْسَ كَمِثْلِهِ pada Alllah Mempelajari Sholat Hakekat [5143zxv5zolj] Mempelajari Sholat Hakekat [PDFTXT] RAHSIA HAKIKAT SHOLAT - PDF Download Gratis Makrifat Tok Kenali – MAKRIFAT TOK KENALI Dat laesa kamislihi wayang golek Lagu MP3 dan Video MP4 Download MB - Zona Lagu DOC NASKAH-NASKAH ILMU DAN AMALAN Abah Saddam - Mempelajari Sholat Hakekat [PDFTXT] Ngangsu Kaweruh - . MENEMPUH JLN KEROHANIAN DGN JLN DZIKIR ************************************************************* . 4 TAHAP DZIKIR ********************* 1. DZIKIR GHAFLAH LALAI 2. DZIKIR YAQAZAH SEDAR 3. DZIKIR KHUDUR Mempelajari Sholat Hakekat [5143zxv5zolj] ilmu hikmah - sejati - Tuhan dan CiptaanNya Hakikat Shalat PDF RAHSIA HAKIKAT SHOLAT Dat laesa kamislihi wayang golek Lagu MP3 dan Video MP4 Download MB - Zona Lagu PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM KEGIATAN TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH TQN DI LEMBAGA DAKWAH TQN SURYALAYA KABUPATEN PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN MEMPELAJARI SHOLAT HAKEKAT Dzikrullah Bukan Ingat Allah tapi Sadar Allah - Kajian Hakikat Huruf Hijaiyah Maret 2016
Hampherseorang orientalis yang menjalin persahabatan dengan Ibnu Abdul Wahab. Tahun 1800 seluruh Jazirah Arab telah dikuasai dan keamiran berubah menjadi kerajaan Saudi Arabia. Umumnya kaum intelektual dan ulama Ahlusunah – penganut 4 mazhab ‘resmi’ Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali– menganggap kaum Wahhabi, termasuk pendirinya
LAISA KHAMISLIHI SYAIUNKEKOSONGAN itulah ADA maknanya KEWUJUDAN yakni membawa pengertian TIADA/HENING..TERBIT pengertian dzatNya dalam istilah KEESAAN maknanya semua itu NYATA BAGI DIRIKU..ZATULHAQ WUJUD ADA MUSTAHIL TIADATIADA itulah istilahnya pandangan sudut dari ruang KEESAAN yakni suasana yang terbit kearah satu daya kekuatan yang kesemua itu adalah NYATA didalam keberadaanNya yakni keAgongganNya dibalik kesendirian itulah Tiada lain hanya TITIK MAKRIFATULLAH istilah WUJUD keberadaanNya.."Bawalah kemanapun sudut pandanganmu maka disitulah WAJAHKU""Maka di sinilah BERMULANYA PERANAN PENTING TERLAKAR YANG MENJADIKAN ITU ALKISAH...Yang dikatakan jangan memcampuri yang HAQ Dan BATIL itu disinilah yang tidak diambil titik beratnya.. Sehingga sudut dan tempatnya bermula...Jadi...Yang mana yang ini bermula,Fahamkan betul²...Kern disudut ini dari segi bahasanya,pandangannya,kaitannya dan memcari persamaannya telah lain yakni telah berunsur dari istilah berperanan melalui sudut pengertian, kefahaman dan dari istilah keilmuan itu sendiri...""Seandainya bukan karena ENGKAU, AKU tidak menjadikan segala sesuatu.."kenalilah ZAHIR dan BATHINMaka akan kenallah DZAT dan SIFATKEESAAN yakni Nyatanya telah WUJUD, istilah wujud itulah TERBInya KEINGINAN atas kerna INGIN DIKENALI.. LAISA inilah perihalnya yang tersirat itu kepada ruang bagi menzahirkan Nyatalah KEESAAN itu tersurat atas kerna ingin dikenali, maka terbitlah ia menjadi tumpuan melalui keinginan yakni DZAT asaljadinya itu melahirkan kehendak yakni SIFAT..Dalam istilah bahasa keilmuannya.. SAMA TAPI TAK SERUPA.. AKU ADALAH AKU. KAU DARI AKU,KAU BUKAN AKU,TAPI AKU ADALAH ENGKAU.. AKU Yang Awal dan AKU Yang Akhir AKU Yang Zhahir dan AKU Yang Bathin AKU Mengetahui segala sesuatu..Cukup penegasan ini menjadi batas untuk tidak MELAMPAUI BATAS.."Dan AKU bersama KAMU di mana saja KAMU berada.,AKU yakni ZDAT Melihat apa yang KAMU kerjakan.."Perhatikan baik² disini...Dari gelaran KAU itu telah menjadi "KAMU"..Inilah maksudnya BESERTA...Selama ini apa pengertian kami tentang BESERTA itu..?Selama ini apa pemahaman kami tentang BESERTA itu..? Antara DZAT ATAU SIFAT..YANG MANA SATU..? Harus difahami BETUL².. Disini wilayahnya yang masih tiada NAMA masih tiada GELARAN..jika masih belum NAMA dan GELARAN.. Oleh kerana telah terbitnya "KAMU" itu tadi Maka.... DiperkenalkanlahSIFATULHAQINILAH WILAYAHNYA... Terlahirlah SIFAT yang meliputi dan tidak meliputi itu berperaan mengikut kadar ruang dan detik yang menghasilkan daya tali arus keluar dan masuk mengikut peredaran ruang yang terbentuk itulah PENGETAHUAN yang ADA DALAM KETIADAAN itu DENGAN SENDIRINYA terbentuk keinginan dari ingin dikenali itu dalam istilah keilmuannya adalah NUR yakni pengertian dari sudut Hakikatnya adalah....Tidak berpisah Nur dengan yang punya Nur...Maknanya DZAT dan SIFAT itu Sentiasa bergandingan dan sentiasa tidak terpisah..Cukup kefahaman itu DARI AKU melalui keilmuan pada yang ingin mengenali..Dan untuk memperlihatkan akan kesemua itu dengan kehendak untuk DIKENALI.. BERDIRILAH DENGAN SENDIRINYA KEBIJAKSAAN itu dikenali sebagai KEILMUAN.. Maka Diperkenalkanlah.. ASMAULHAQ, AKU yakni LAISA ini....Cukup dikenal KEESAAN KU hanya menyebut nama ALLAH yakni DZAT,KAU beserta KAMU adalah SIFATKU..INILAH ANTARA PENYAKSIAN KAU DARI KESAKSIAN AKU... AGAR "KAU" KENALKAN AKU KEPADA "KAMU KESEMUANYA Melalui NAFASTiada KAU hanya selain AKU,Kerna YANG TERPUJI itulah KAU pesuruh AKU.. "Dan AKU bersama KAMU di mana saja KAMU berada.,AKU yakni DZAT Melihat apa yang KAMU kerjakan.."Dimana KAMU..?Dimana kesedaran yang membawa gelaran KAMU ini..?Jika telah menyedarinya, Disudut mana pula peranan KAMU ini BESERTA..? Dan jika telah diperlihatkan akan kebesertaan KAMU itu,Disudut pandangan mana tempatnya kesaksian itu oleh KAMU..?dan disudut mana pula tempatnya penyaksian AKU itu pada KAMU..?Dan jika telah JELAS segalanya..Hadirlah HAQ soalan tu atas KAMU,SIAPA KAMU?? Perhatikan...Kerna semua ini adalah berkenanan tentang DIRI KAMU, Kerna itu peranan "KAU" tiada kena mengena antara "KAMU" dan "AKU"Yang membawa peranan dari sudutnya, yang hadir membawa jarak bersama aturan tetap mengikut Aturan..Maka diperkenalkanlah... "BILLAHI" affalulHAQ, WA ANNA SIRRUHU... Inilah ruangnya "AKULAH RAHSIANYA" itu pada KAMU yang berperanan KAMI itu membawa HAQNYA.. Sumber dari Hakikat Insan About roslanTv Tarekat Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.
TafsirSurat Asy-Syura Ayat 11 (Terjemah Arti) Paragraf di atas merupakan Surat Asy-Syura Ayat 11 dengan text arab, latin dan artinya. Ditemukan variasi penjelasan dari para ulama tafsir berkaitan makna surat Asy-Syura ayat 11, misalnya sebagaimana tertera: Allah adalah pencipta langit dan bumi dan pembuat keduanya dengan kuasa, kehendak dan
Bagaimana Anda Memahami Petikan Ayat di Atas??? لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِير' merupakan petikan ayat yang terdapat dalam surat asy-Syura' ayat ke 11. Ayat ini banyak dijadikan dalil penguat dari sifat Allah yang termasuk sifat wajib baginya yaitu mukhalafutuhu lil hawadits, berbeda dengan makhluknya. Artinya Allah itu qiyamun linafsihi, berdiri sendiri, tanpa intervensi dari siapapun, Allah itu ya Allah, tiada yang menyamainya, tiada yang setara dengan Dia. Sehingga wajar jika dalam petikan ayat tersebut Allah berfirman bahwa tidak ada sesuatupun makhluknya yang menyerupainya. Bahkan Allah subhanahu wa ta'ala lah yang Maha mendengar dan mengetahui segala sesuatu itu. Makhluk ciptaan adalah kreasi murni dari Kholik pencipta dan bukan merupakan bagian dari dzat kholik. Terjemahan petikan ayat di atas sebagaimana kita temukan pada Alquran terjemah yaitu 'tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia'. Artinya segala sesuatu itu tidak ada yang sama dengan dzat Allah. Karena manakala ada indikasi bahwa sesuatu itu sama dengan Allah maka hal itu akan memasuki ranah tasybih penyerupaan Allah dengan sesuatu yang lain. Dan menurut Asya'irah Madzhab Asy'ari menyerupakan tuhan dengan makhluk dapat menyebabkan seseorang menjadi 'kafir'. Oleh karenanya tatkala ada ayat yang dhahirnya mengandung makna peyerupaan tuhan dengan makhluk, ayat tersebut dipalingkan, dita'wilkan dengan pengertian yang tepat dalam rangka tanzih membedakan Allah dengan makhluknya/menyucikan dzat Allah. Misalnya 'yadullahi fauqo aidihim', tangan Allah berada di atas tangan mereka. Sekilas ayat ini mengabarkan bahwa Allah itu memiliki tangan layaknya manusia. Namun sebenarnya kata yadun dalam ayat ini bisa dita'wilkan menjadi kekuasaan, jadi maksud ayat di atas adalah kekuasaan Allah berada di atas kekuasaan mereka makhluk. Apabila kita mengartikan petikan ayat Syura' ayat 11 di atas dengan tarjamah harfiyah terjemahan perkata akan kita dapatkan pengertian yang jauh berbeda dengan tarjamah tafsiriah. Secara harfiyah makna cuplikan ayat di atas adalah 'tidak ada yang menyamai kepada yang menyamai Allah' Saiful Hadi, 2009. Artinya dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada yang menyamai Allah, padahal hal ini mustahil bagi Allah. Sedikit kita bahas penerjemahan harfiyah tersebut. Kamitslihi artinya seperti sesuatu yang semisalnya, artinya dhomir hi di sana kembali kepada Allah dan ka mitsli itu sesuatu yang menyerupai Allah. Jadi sebenarnya sudah ada sesuatu yang menyamai Allah. Kemudain ada kata 'laisa' sebagai fiil naqish dan 'syaiun' sebagai isimnya yang kemudian bermakna tidak ada yang sama dengan apa yang semisal Allah. Jelas arti harfiyah seperti itu dan berdasarkan indikasi qorinah dari beberapa dalil yang lain hal itu mustahil dan tidak bisa diterima secara akal. Oleh karena itu petikan ayat ini tidak dipahami diterjemahkan serta merta menurut tarjamah harfiyyah melainkan melalui tarjamah ma'nawiyyah yang dirasa lebih tepat dan sinkron. Dalam kitab tafsir al-Qurtuby dijelaskan beberapa pendapat terkait dengan maksud petikan ayat itu. Konon huruf 'kaf' dalam ayat itu adalah sebagai tambahan saja zaidah yang berfungsi sebagai taukid penekanan. Dengan demikian dapat kita artikan 'tidak ada sesuatu yang semisalnya' menafikan arti dari huruf kaf. Ada juga yang mengatakan bahwa huruf kaf berfungsi sebagai taukid dari tashbih dari kata 'mitslihi'. Dan menurut Tsa'lab, ayat itu seolah-olah berbunyi seperti ini 'laisa ka huwa syaiun', dengan menghilangkan lafadz mitslihi, sehinga dapat ditarik kesimpulan arti yaitu 'tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia Allah'. Jadi kita dapat memahami ayat ini berdasarkan pentakdiran atau penafsiran tidak memahaminya berdasarkan dhahirnya saja. Dengan demikian hal ini dapat dijadikan hujjah bagi mereka yang meragukan kebenaran ayat ini. Karena memang di situlah letak kemu'jizatan Alquran, baik dari segi bahasa, susunan kata dan kandungannya. Dalam kajian ini, Aku hanya ingin mengatakan bahwa mempelajari sesuatu itu harus dari dasarnya. Dengan demikian kita akan mendapatkan pemahaman yang syumul menyeluruh dan terinci. Tidak serta merta menerima doktrin dari pengertian sesuatu yang akhirnya menghalangi kita untuk menerima pendapat orang lain yang mungkin benar atau setidaknya mengandung kebenaran. Di sisi lain ini adalah sebuah keajaiban dari Bahasa Arab sebagai bahasa Alquran dan bahassa penduduk surga. Sebuah bahasa yang paling unik dan menurutku adalah bahasa yang paling sulit tapi menarik dipelajari. Karena banyak sekali kajian yang tercakup di dalamnya, kedalaman makna dan kandungan yang terkadang tidak bisa dipahami secara langsung. Subhanallah, wahai kawan sebagai generasi penerus bangsa marilah kita mengkaji dan mendalami ilmu dengan sebaik-baiknya, mencoba untuk menggali pengetahuan dari dasarnya dan sedetail mungkin. Andaikata tiada dapat kita lakukan pengetahuan yang mujmal juga tiada salahnya. Intinya, tiada kata untuk tidak belajar dan terus' mengaji' sekaligus 'mengkaji',,, Selamat Menikmati! Salam Karya!
TahunIndonesia Keluar Dari Pbb Arti Laisa Kamislihi Syaiun Menurut Makrifat Penyuka Sesama Jenis Nama Lain Ikan Patin Lompat Harimau Siapa Pendiri Kerajaan Sriwijaya Apa Fungsi Mixer Audio Lagu Kucingku Telu Gambar Gerhana Bulan Sebagian Cheat Gta Kunci Polisi. Ballpoint Artinya.
Soalan 1 Apakah makna kalimah "laisa kamitslihi syaiun" ? Jawapan Kalimah "laisa kamitslihi syaiun" adalah firman Allah didalam al Quran surah as-syura ayat 11 yg bunyinya seperti berikut ِۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ Yang terjemahnya ialah "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan DIA dan DIAlah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat" As-Syura 42 11 Maksud kalimah "laisa kamitslihi syaiun" itu ialah Allah itu TIDAK semisal dengan sesuatu Allah itu TIDAK boleh dimisalkan Allah itu TIDAK ada persamaan dengan sebarang makhluk Allah itu TIDAK boleh disamakan dengan sebarang makhluk Allah itu TIDAK seumpama dengan sesuatu Allah itu TIDAK boleh diumpamakan Allah itu TIDAK serupa dengan sebarang makhluk Allah itu TIDAK boleh dirupa-rupakan Ringkasnya makna kalimah "laisa kamitslihi syaiun" ialah Allah Ta'ala itu TIDAK ADA PERSAMAAN DENGAN SEBARANG MAKHLUK SEKALIAN MAKHLUK. Wallohua'lam
Dansecara bahasa ia memang memiliki arti kembali sebagaimana difirmankan oleh Allah, artinya: “Dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh).” (Al -Maidah: 21). (baca Allah) tidak ada keserupaanya (laisa kamislihi syaiun), tidak ada membandingiNya (walam yakun lahu kufuan ahad), satu-satunya Yang Maha Kuasa (innallahu
.بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد Allah berfirman لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ سورة الشورى 11 “Dia Allah tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. QS. as-Syura 11. Penjelasan Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur'an yang berbicara tentang tanzih mensucikan Allah dari menyerupai makhluk, at-Tanzih al Kulliy; pensucian yang total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat luas, dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda, dari berada pada satu arah atau banyak arah atau semua arah. Allah maha suci dari berada di atas arsy, di bawah arsy, sebelah kanan atau sebelah kiri arsy. Allah juga maha suci dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan sifat-sifat benda yang lain. Al-Imam Abu Hanifah berkata أنـّى يُشْبِهُ الْخَالِقُ مَخْلُوْقَـهُ "Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya". Dengan demikian Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua segi. Al-Imam Malik berkata وَكَيْفَ عَنْهُ مَرْفُوْعٌ "Kayfa bagaimana; sifat-sifat benda itu mustahil bagi Allah". Perkataan al-Imam Malik ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Bayhaqi dengan sanad yang kuat. Maksud perkataan al-Imam Malik ini adalah bahwa Allah maha suci dari al Kayf sifat makhluk sama sekali. Definisi al Kayf adalah segala sesuatu yang merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak dan lain–lain. الْمَحْدُوْدُ عِنْدَ عُلَمَاءِ التّوْحِيْدِ مَا لَهُ حَجْمٌ صَغِيْرًا كَانَ أوْ كَبِيْرًا، وَالْحَدُّ عِنْدَهُمْ هُوَ الْحَجْمُ إنْ كَانَ صَغِيْرًا وَإنْ كَانَ كَبِيْرًا، الذَّرَّةُ مَحْدُوْدَةٌ وَاْلعَرْشُ مَحْدُوْدٌ وَالنُّوْرُ وَالظَّلاَمُ وَالرِّيْحُ كُلٌّ مَحْدُوْدٌ. "Menurut ulama tauhid yang dimaksud dengan al-mahdud sesuatu yang berukuran adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al-hadd batasan menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela mempunyai ukuran dan disebut Mahdud demikian juga arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut Mahdud ". Penjelasan Allah berfirman الْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ سورة الأنعام 1 "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kegelapan dan cahaya" QS. al An'am 1. Dalam ayat ini Allah ta'ala menyebutkan langit dan bumi, keduanya termasuk benda yang dapat dipegang oleh tangan Katsif. Allah juga menyebutkan kegelapan dan cahaya, keduanya termasuk benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan Lathif. Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa pada Azal keberadaan tanpa permulaan tidak ada sesuatupun selain Allah, baik itu benda katsif maupun benda lathif. Dan ini berarti bahwa Allah tidak menyerupai benda lathif maupun benda katsif. Allah ta'ala menciptakan alam ini terbagi menjadi dua bagian benda dan sifat benda. Benda terbagi menjadi dua Pertama benda katsif yaitu benda yang dapat dipegang oleh tangan seperti pohon, manusia, air dan api. Kedua Benda Lathif, yaitu benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya, kegelapan, ruh, udara. Masing-masing benda memiliki batas, ukuran, dan bentuk, Allah berfirman وَكُلُّ شَىْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ سورة الرعد 8 "Segala sesuatu bagi Allah memiliki ukuran yang telah ditentukan" QS. ar-Ra'd 8 Bahwa benda katsif memiliki ukuran adalah hal yang sudah jelas. Sedangkan mengenai bahwa benda lathif memiliki ukuran adalah sesuatu yang memerlukan pengamatan dan penelitian yang seksama. Cahaya misalnya memiliki tempat dan ruang kosong yang diisi olehnya, cahaya matahari menyebar ke areal/jarak yang sangat luas yang diketahui oleh Allah, ukurannya sangat luas. Sementara cahaya lilin ukurannya sangat kecil. Cahaya kunang–kunang yang berjalan di rerumputan di malam hari, Allah jadikan cahayanya sekecil itu. Cahaya yang paling luas adalah cahaya surga. Jadi masing-masing cahaya tersebut memiliki batas dan ukuran yang membatasinya. Kegelapan juga memiliki ukuran dan ruang kosong yang diisi olehnya. Kadang tempat kegelapan tersebut sempit dan kadang luas. Demikian juga angin memiliki tempat yang diisi olehnya. Para Malaikat diperintahkan oleh Allah untuk menimbangnya dan mengirimkannya sesuai dengan perintah dan ketentuan Allah. Ada angin yang dingin, angin yang panas. Ada angin yang Allah kirimkan untuk menghancurkan suatu kaum, begitu juga ada angin yang dikirimkan sebagai rahmat. Jadi masing-masing angin tersebut memiliki timbangan yang telah ditentukan oleh Allah. Demikian juga, ruh memiliki ukuran. Ketika ruh berada pada tubuh manusia, ruh berukuran sama dengan badan orang tersebut dan ketika ruh berpisah, meninggalkan badan seseorang ia bertempat di udara tanpa menyatu dengan jasadnya. Kesimpulannya; setiap makhluk pasti memiliki tempat, baik tempat yang besar maupun yang kecil. Benda paling kecil yang diciptakan oleh Allah dan bisa dilihat oleh mata adalah haba'. Haba' adalah sesuatu yang kecil yang terlihat apabila sinar matahari masuk ke dalam rumah dari jendela, nampak seperti debu yang kelihatan oleh mata, benda ini disebut haba'. Memang masih ada lagi benda yang lebih kecil dari haba', yang bahkan tidak dapat dilihat oleh mata karena sangat kecilnya, walaupun demikian tetap saja benda tersebut memiliki bentuk yaitu bentuk yang paling kecil yang diciptakan oleh Allah yang disebut dalam istilah tauhid al-Jawhar al-Fard; bagian yang tidak bisa dibagi-bagi lagi. Al-Jawhar al-Fard adalah benda yang paling kecil yang diciptakan oleh Allah, al-Jawhar al-Fard adalah asal bagi semua benda. Semua benda ini memilki batas dan ukuran dan karenanya membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut, dan dengan begitu benda tidak sah menjadi tuhan. Ketuhanan hanya sah berlaku bagi yang tidak memiliki ukuran sama sekali, yaitu Allah yang maha suci dari status Mahdud Allah tidak memiliki batas dan ukuran. Makna Mahdud di sini tidak hanya berlaku bagi sesuatu yang memiliki bentuk kecil saja akan tetapi sesuatu yang memiliki bentuk yang besar juga disebut Mahdud. Sedangkan al-A'radl adalah sifat benda seperti bergerak, diam, warna, rasa dan lain–lain. Jadi di antara sifat benda adalah bergerak dan diam, sebagian benda terus-menerus bergerak, yaitu bintang, bahkan an-Najm al-Quthbi bintang yang bisa menunjukkan arah kiblat sekalipun bergerak, hanya saja gerakannya pelan dan bergerak di tempatnya. Sebagian benda lagi ada yang terus–menerus diam seperti tujuh langit yang ada. Sebagian benda lagi kadang diam dan kadang bergerak seperti manusia, malaikat, jin dan binatang. Termasuk di antara sifat benda juga adalah berwarna kadang sesuatu berwarna putih, ada yang berwarna merah, kuning atau hijau. Matahari juga memiliki sifat, di antara sifatnya adalah panas. Angin juga memiliki sifat di antara sifatnya adalah dingin, panas, berhembus dengan kuat atau pelan. Jadi Allah ta'ala yang menciptakan alam ini dengan berbagai macam jenis dan bentuknya, maka Dia tidak menyerupainya, dari satu segi maupun semua segi. Allah ta'ala tidak menyerupai benda katsif maupun benda lathif dan juga tidak bersifat dengan sifat–sifat benda, Allah tidak menyerupai satupun dari segala sesuatu yang diciptakan-Nya, oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan اللهُ مَوْجُوْدٌ بِلاَ مَكَانٍ وَلاَ جِهَةٍ "Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah". Allah menjadikan arah atas sebagai tempat bagi arsy dan para Malaikat yang mengelilinginya dan juga sebagai tempat bagi al-Lauh al-Mahfuzh dan lain-lain. Allah menjadikan manusia, binatang, serangga dan lain-lain bertempat di arah bawah. Jadi Dzat yang menciptakan sebagian makhluk bertempat di arah arsy dan sebagian yang lain di arah bawah mustahil bagi-Nya memiliki arah. Karena seandainya dikatakan dia berada di salah satu arah atau bertempat di semua arah niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah telah berfirman لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ سورة الشورى 11 "Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya". Inilah aqidah yang diyakini oleh semua kaum muslimin di negara-negara muslim; Indonesia, Mesir, Irak, Turki, Maroko, AlJazair, Tunisia, Yaman, Somalia dan daratan Syam, mereka semua dan yang lain di negara-negara lain semua mengajarkan keyakinan ini. Sedangkan orang yang meyakini bahwa Allah adalah benda yang sama besarnya dengan arsy, memenuhi arsy atau separuh dari arsy atau meyakini bahwa Allah lebih besar dari arsy dari segala arah kecuali arah bawah atau bahwa Allah adalah cahaya yang bersinar gemerlapan atau bahwa Allah adalah benda yang besar dan tidak berpenghabisan atau berbentuk seorang yang muda atau remaja atau orang tua yang beruban, maka semua orang ini tidak mengenal Allah. Mereka tidak menyembah Allah, meskipun mereka mengira diri mereka muslim. Mereka bukanlah orang yang menyembah beribadah Allah, yang mereka sembah adalah sesuatu yang mereka bayangkan dan gambarkan dalam diri mereka, sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. Musibah mereka yang paling besar adalah bahwa mereka tidak memahami adanya sesuatu yang bukan benda. Oleh karena itu mereka –dengan segenap upaya- berusaha menjadikan Allah benda yang bersifat dengan sifat-sifat benda pula, lalu bagaimana bisa mereka mengaku mengenal dan memahami firman Allah Laysa Ka Mitsli Syai’ QS. Asy-Syura 11 dan beriman kepadanya?!! Seandainya mereka benar-benar mengetahui ayat tersebut dan beriman dengannya niscaya mereka tidak akan menjadikan Allah sebagai benda, karena alam ini seluruhnya adalah benda dan sifat-sifat yang ada padanya. Seandainya terjadi perdebatan antara orang-orang Musyabbihah orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya seperti orang Wahhabi -yang meyakini bahwa Allah adalah benda, yang memiliki ukuran- dengan orang yang menyembah matahari. Orang Wahhabi akan mengatakan kepada penyembah matahari Anda, wahai penyembah matahari, matahari yang engkau sembah ini tidak berhak untuk menjadi tuhan. Penyembah matahari akan menjawab dan berkata kepada orang Wahhabi bagaimana mungkin matahari tidak berhak untuk disembah, padahal bentuknya indah, manfaatnya sangat besar, anda bisa melihatnya dan saya juga melihatnya dan semua orang melihatnya, semua orang mengetahui dengan baik manfaatnya. Bagaimana mungkin agama saya batil dan agamamu benar, sementara anda menyembah sesuatu yang anda bayangkan dalam diri anda, anda tidak melihatnya dan kami juga tidak melihatnya, anda mengatakan tuhan anda adalah bentuk yang besar yang duduk di atas arsy ?!!. Orang Wahhabi tidak akan memiliki dalil 'aqli argumen rasional, seandainya orang Wahhabi mengatakan al Qur'an telah menegaskan bahwa Allah adalah pencipta alam, Dia-lah yang berhak untuk disembah, tidak ada sesuatu selain-Nya yang berhak untuk disembah. Maka orang yang menyembah matahari tersebut akan mengatakan kepadanya Saya tidak beriman dengan kitab suci anda, berikan kepada saya dalil 'aqli bahwa matahari tidak berhak untuk dijadikan tuhan yang disembah dan bahwa apa yang anda sembah yang anda bayangkan dalam benak anda itu berhak untuk disembah! Maka orang Wahabi akan terdiam dan membisu. Sedangkan kita, Ahlussunnah memiliki jawaban yang rasional. Kita akan mengatakan kepada penyembah matahari matahari yang anda sembah, yang mempunyai ukuran tertentu dan bentuk tertentu, pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan tuhan kami, Ia adalah sesuatu yang ada tetapi tidak menyerupai segala sesuatu yang ada, tidak menyerupai sesuatupun dari makhlukNya, Dia tidak memiliki ukuran, tidak memiliki bentuk, tidak memiliki arah, tidak memilki tempat dan tidak memiliki permulaan. Inilah Dzat yang ada, yang kami sembah yang dinamakan Allah. Dialah yang berhak untuk disembah. Dia yang menciptakan matahari yang anda sembah, manusia dan segala sesuatu yang lain. Seorang Sunni; penganut akidah Ahlussunnah ketika mengeluarkan hujjah 'aqli ini tanpa mengatakan Allah ta'ala berfirman demikian, telah mampu mengalahkan orang kafir yang menyembah matahari tersebut. Maka segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita petunjuk kepada keyakinan yang benar ini, kita tidak akan menemukan kebenaran dan petunjuk semacam ini seandainya tidak karena mendapat petunjuk Allah. Al-Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُوْدَ رَوَاه أبُو نُعَيم "Barang siapa beranggapan berkeyakinan bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah belum beriman kepada-Nya" Diriwayatkan oleh Abu Nu'aym W 430 H dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72. Penjelasan Maksud dari perkataan sayyidina Ali ini adalah bahwa orang yang berkeyakinan atau beranggapan bahwa Allah adalah benda yang besar atau kecil maka dia adalah kafir, tidak mengenal Allah, seperti orang yang meyakini bahwa Allah menempati salah satu arah seperti arah atas. Karena dengan keyakinan seperti ini orang tersebut telah menjadikan Allah mahdud memiliki ukuran, padahal setiap yang mahdud berukuran besar atau kecil pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut, sementara yang membutuhkan itu lemah dan yang lemah mustahil menjadi tuhan. Dengan demikian dalam perkataan sayyidina Ali ini terdapat dalil yang jelas bahwa Allah maha suci dari hadd ukuran sama sekali. Maka barangsiapa yang menyandarkan kepada Allah sifat duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak maka sesungguhnya dia tidak mengenal Allah, dan barangsiapa berkeyakinan demikian terhadap Allah maka sesungguhnya ia seorang kafir yang rusak akidahnya. Haba' memiliki ukuran, semut memiliki ukuran, manusia memiliki ukuran, matahari memiliki ukuran, langit memiliki ukuran, arsy memiliki ukuran. Jadi masing-masing yang disebutkan memiliki ukuran dan membutuhkan kepada yang menjadikannya dengan ukuran tersebut. Jadi, setiap sesuatu yang memiliki ukuran pasti dia adalah makhluk, yang membutuhkan kepada selainnya dan lemah maka tidaklah sah baginya sifat ketuhanan. Ketuhanan hanya sah bagi yang tidak memiliki bentuk dan ukuran; yaitu Dialah Allah yang tidak membutuhkan kepada seluruh alam, Dialah yang tidak mempunyai bentuk dan ukuran. Al-Imam al-Ghazali semoga Allah merahmatinya berkata لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُوْدِ “Tidak sah ibadah seorang hamba kecuali setelah mengetahui Allah yang wajib disembah”. Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Al-Imam Abu Ja'far ath-Thahawi 227-321 H berkata تَعَالَـى يَعْنِي اللهَ عَنِ الْحُدُوْدِ وَالغَايَاتِ وَالأرْكَانِ وَالأعْضَاءِ وَالأدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ "Maha suci Allah dari batas-batas bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali, batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar seperti wajah, tangan dan lainnya maupun anggota badan yang kecil seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya. Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut". Penjelasan Al-Imam ath-Thahawi adalah Ahmad bin Muhammad bin Sallamah, lahir tahun 227 H. Jadi beliau masuk dalam makna hadits yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِي ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ رَوَاهُ التّرمِذِي "Sebaik–baik abad adalah abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya" HR. at-Tirmidzi Al-Imam ath-Thahawi menyebutkan perkataannya tersebut dalam kitab penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, yang kitab ini telah dianggap baik dan diterima oleh seluruh ummat Islam dari generasi ke generasi. Makna dari “Ta'ala” adalah bahwa Allah maha suci Maksud perkataan ath-Thahawi bahwa Allah maha suci dari ”Hudud” adalah bahwa Allah maha suci dari Hadd sama sekali. Hadd adalah benda dan ukuran, besar maupun kecil. Suatu benda pasti berada pada suatu tempat dan arah. Sedangkan Allah maha suci dari berupa benda, berarti Allah ada tanpa tempat. Seandainya Allah adalah benda niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman فَلاَ تَضْرِبُوْا لِلّهِ الأمْثَالَ سورة النحل 74 "Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah"QS. an-Nahl 74 Dengan demikian barangsiapa mengatakan bahwa Allah memiliki hadd yang hadd tersebut tidak ketahui oleh kita, hanya Allah saja yang mengetahuinya maka sungguh orang ini adalah seorang yang kafir, karena dengan demikian dia telah menetapkan Allah sebagai benda yang memiliki bentuk dan ukuran. Maksud perkataan ath-Thahawi ”La Tahwihi al-Jihat as-Sittu...” bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah atau di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yang dimaksud adalah adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang. Maksud perkataan ath-Thahawi ”Ka Sa-ir al-Mubtada’at” adalah bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tidak bisa digambaarkan dalam hati dan benak manusia. al-Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ روَاه أبُو الفَضْلِ التَّمِيْمِيُّ "Apapun yang terlintas dalam benak kamu tentang Allah, maka Allah tidak seperti itu". Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi. Jika ada pertanyaan Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi bahwa ada sesuatu yang ada tetapi tidak bisa dibayangkan dan digambarkan dengan benak? Jawab Bahwa di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya?! Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa dibarengi dengan cahaya dan kegelapan, karena Allah berfirman وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنّوْرَ سورةالأنعام 1 "...dan Dia yang telah menjadikan kegelapan dan cahaya" QS. Al-An'am 1. Artinya bahwa Allah yang telah menciptakan kegelapan dan cahaya dari yang sebelumnya tidak ada. Jika demikian halnya yang terjadi pada makhluk, maka lebih utama kita beriman dan percaya tentang Allah Yang mengatakan tentang Dzat-Nya Laysa Kamitslihi Syai’ QS. Asy-Syura 11, maka Allah tidak tergambar dalam benak dan tidak diliputi oleh akal, Allah ada, maha suci dari bentuk dan ukura, ada tanpa tempat dan arah. Al-Imam ath-Thahawi juga berkata وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِـي الْبَشَرْ فَقَدْ كَفَرَ “Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir”. Penjelasan Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir. Sifat–sifat manusia banyak sekali. Sifat yang paling nyata adalah baharu, yakni ”ada setelah sebelumnya tidak ada”. Di antara sifat manusia juga adalah mati, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain, bergerak, diam, infi'al merespon peristiwa dengan kegembiraan atau kesedihan atau semacamnya yang nampak dalam raut muka dan gerakan anggota tubuh, turun dari atas ke bawah, naik dari bawah ke atas, berpindah, memiliki warna, bentuk, panjang, pendek, bertempat pada suatu arah dan tempat, membutuhkan, memperoleh pengetahuan yang baru, terkena lupa, bodoh, duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak, berjarak, menempel, berpisah dan lain–lain. Jadi barangsiapa mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia tersebut maka dia telah kafir. Al-Imam Ahmad ar-Rifa'i W 578 H dalam al-Burhan al-Mu-ayyad berkata صُوْنُوْا عَقَائِدَكُمْ مِنَ التَّمَسُّكِ بِظَاهِرِ مَا تَشَابَهَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أُصُوْلِ الْكُفْرِ “Hindarkan aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits yang mutasyabihat, sebab hal demikian merupakan salah satu pangkal kekufuran”. Penjelasan Al-Imam ar-Rifa'i hidup pada abad ke enam hijriyyah, beliau adalah seorang ahli hadits, ahli tafsir, pengikut al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dalam rumusan aqidah dan pengikut madzhab Syafi'i dalam fiqih. Beliau adalah orang paling mulia dan paling alim di masanya. Beliau sangat menekankan tanzih mensucikan Allah ta'ala dari menyerupai makhluk. Di antara perkataan beliau dalam masalah tanzih adalah perkataan yang beliau sebutkan dalam kitab al-Burhan al-Muayyad tersebut. Maksud perkataan beliau adalah bahwa orang yang mengambil zhahir sebagian ayat al Qur'an dan hadits Nabi, yang memberikan persangkaan bahwa Allah adalah benda yang bersemayam di atas arsy atau bahwa Allah berada di arah bumi atau bahwa Allah mempunyai anggota badan, bergerak dan yang semacamnya maka orang tersebut telah kafir. Seperti orang yang menafsirkan ayat الرّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى طه 5 dengan duduk maka orang tersebut telah kafir. Karena mengatakan duduk bagi Allah adalah cacian terhadap-Nya sebab duduk adalah sifat malaikat, Jin, manusia, anjing, babi dan monyet. Makna ayat tersebut yang benar adalah bahwa Allah maha menguasai arsy. Makna ini layak bagi Allah karena Allah telah menamakan Dzat-Nya اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّار يوسف 39 ”Allah maha esa lagi maha berkuasa”. Oleh karena itu orang-orang Islam biasa menamakan anak mereka dengan Abdul Qahir atau Abdul Qahhar, tidak ada seorangpun yang menamakan anaknya Abdul Jalis atau Abdul Qa'id. Demikian pula orang yang mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy dengan ada jarak antara Allah dengan arsy, artinya tanpa menyentuhnya maka tetap saja dia seorang yang kafir. Karena setiap sesuatu yang berada di atas sesuatu yang lain pasti berkemungkinan berukuran sama dengan sesuatu tersebut atau lebih besar atau lebih kecil. Dan segala sesuatu yang menerima ukuran maka dia adalah makhluk, yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut. Adapun pernyataan sebagian kaum Musyabbihah seperti kaum Wahhabiyah sekarang bahwa Allah berada di atas arsy yang di atas arsy tersebut tidak ada tempat pernyataan ini terbantahkan dengan hadits riwayat al-Bukhari, al-Bayhaqi dan lainnya bahwa Rasulullah bersabda إنّ اللهَ لَمَا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابٍ فَهُوَ مَوْضُوْعٌ عِنْدَهُ فَوْقَ العَرْشِ إنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ "Sesungguhnya Allah ketika menciptakan makhluk menciptakan kitab tulisan yang terletak di atas arsy dan dimuliakan oleh Allah yang berbunyi sesungguhnya tanda-tanda rahmat-Ku lebih banyak dari tanda-tanda murka-Ku" HR. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan lainnya. Dan dalam riwayat Ibnu Hibban dengan redaksi وَهُوَ مَرْفُوْعٌ فَوْقَ الْعَرْشِ "Dan dia arsy terangkat diletakan di atas arsy". Dengan demikian hadits ini adalah dalil bahwa di atas arsy terdapat tempat. Karena bila di atas arsy tidak ada tempat maka tentu Rasulullah tidak akan mengatakan bahwas kitab tersebut diletakkan di atasnya. Adapun kata “’Indahu” dalam hadits tersebut adalah dalam makna “dimuliakan”, karena penggunaan kata “’Inda” mengandung makna untuk memuliakan, sebagaimana firman Allah tentang orang-orang yang saleh وَإنّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأخْيَارِ ص 47 Kata “’Indana…” dalam ayat ini artinya untuk memuliakan bukan untuk menyatakan bahwa Allah berada pada tempat yang bertetanggaan atau bersampingan dengan tempat orang-orang saleh tersebut. Dengan demikian dalam keyakinan kaum Musyabbihah yang menetapkan Allah bertempat di atas arsy telah menjadikan kitab tersebut di atas sebagai keserupaan bagi-Nya. Ini artinya sama saja mereka telah mendustakan firman Allah “Laysa Kamitslihi Syai’ Qs. Asy-Syura 11. Demikian juga orang yang memahami firman Allah إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الآعراف 54 dengan menafsirkan bahwa Allah berada pada arah bawah atau arah bumi kemudian naik ke arah atas lalu menciptakan langit, kemudian Dia naik ke arsy lalu bersemayam bertempat maka orang ini telah menjadi kafir. Makna ayat yang benar adalah bahwa Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan bahwa Allah sebelum menciptakannya telah menguasai arsy. Kata “tsumma” artinya dalam makna ”wa”; maknanya “dan”. Al-Imam Abu Manshur al-Maturidi berkata Firman Allah ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ artinya adalah " sungguh Allah telah menguasai arsy " . Begitu pula orang yang menafsirkan firman Allah فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ البقرة 115 diartikan dengan anggota tubuh atau bahwa Dia berada pada arah bumi maka dia seorang yang kafir. Makna yang benar; Wajhullah adalah Kiblat Allah, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Mujahid; murid dari sahabat Abdullah ibn Abbas. Demikian pula orang yang memahami firman Allah كُلُّ شَيءٍ هَالِكٌ إلاّ وَجْهَهْ القصص 88 dengan mengartikan bahwa alam ini adalah sesuatu maka ia akan punah, begitu pula Allah adalah sesuatu maka Dia akan punah, dan tidak ada sesuatu yang kekal dari Allah kecuali bagian wajah saja maka orang ini dihukumi kafir. Pemahaman buruk seperti ini sebagaimana penafsiran seorang Musyabbih yang bernama Bayan ibn Sam'an at-Tamimi. Adapun makna yang benar dari kata ”Wajhahu..” di atas adalah dalam makna ”kerajaan”, atau dalam makna ”sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah” sebagaimana takwil ini telah dinyatakan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Sufyan ats-Tsauri. Demikian juga orang menafsirkan firman Allah tentang perahu Nabi Nuh تَجْرِيْ بأعْيُنِنَا القمر 14 dengan anggota tubuh mata maka orang tersebut telah kafir. Adapun makna yang benar adalah ”memelihara”, artinya bahwa perahu Nabi Nuh tersebut berjalan dengan ”pemeliharan” dan ”penjagaan” dari Allah sebagaimana hal ini telah dinyatakan oleh para ahli tafsir. Demikian pula orang yang memahami firman Allah يَدُ اللهِ فَوْقَ أيْدِيْهِمْ الفتح 10 dalam pengertian anggota tubuh maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar kata ”yad” di sini adalah ”al-’ahd”; artinya ”janji” sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama. Demikian pula orang yang menafsirkan firman Allah وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا الفجر 22 dalam makna bahwa Allah bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar adalah ”datang kekuasaan Allah”, artinya tanda atau pengaruh dari sifat kuasa-Nya, sebagaimana demikian telah ditafsirkan oleh al-Imam Ahmad ibn Hanbal sebagaimana telah diriwayatkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dengan sanad yang kuat dari al-Imam Ahmad. Demikian juga dengan orang yang menafsirkan firman Allah أأمِنْتُمْ مَنْ فِي السّمَاءِ أنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ الملك 16 dengan mengatakan bahwa Allah mengambil tempat dilangit maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar dari maksud ”man fi as-sama’” adalah ”Malaikat”, sebagaimana pemahaman ini telah dinyatakan oleh Syaikh al-Huffadz al-Imam Zainuddin Abdrrahim al-Iraqi dalam kitab al-Amaliy al-Mishriyah. Dalam menafsirkan hadits ارْحَمُوْا مَنْ فِي الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ ”Sayangilah oleh kalian orang yang berada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh yang berada di langit”, al-Imam al-’Iraqi menafsirkannya dengan hadits riwayat lain dengan redaksi ارْحَمُوْا أهْلَ الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ أهْلُ السّمَاءِ "Sayangilah oleh kalian penduduk bumi niscaya kalian akan disayangi oleh penduduk langit", karena hadits yang kedua ini sangat jelas memberikan pemahaman bahwa yang dimaksud adalah para Malaikat. Demikian juga orang yang menafsirkan hadits al-Jariyah as-Sauda yang terdapat dalam riwayat al-Imam Muslim dengan berkesimpulan bahwa Allah mengambil tempat di arah atas berada di langit maka orang ini telah kafir. Hadits ini oleh sebagian ulama tidak diambil dengan alasan bahwa hadits tersebut adalah mutharib hadits yang memiliki banyak redaksi yang satu sama lainnya berbeda-beda, karenanya mereka manganggapnya cacat, disamping karena telah menyalahi dasar keyakinan. Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah menghukumi ke-islam-an seseorang hanya karena mengatakan ”Allah di langit”, karena kata-kata ini adalah keyakinan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Bagaimana mungkin kata-kata ”Allah di langit” sebagai tanda bagi keimanan seseorang?! Sebagian ulama lainnya menerima hadits ini; namun tidak dipahami dalam makna zhahirnya, tetapi mereka mentakwilkannya. Bahwa pertanyaan Rasulullah kepada budak perempuan tersebut adalah dalam makna ”Bagaimana engkau mengagungkan Allah?”. Dan makna jawaban budak tersebut ”Fi as-Sama’” adalah dalam pengertian ”sangat tinggi derajat-Nya”. Maka berdasarkan pemahaman dua pendapat ulama tersebut di atas tidak ada jalan bagi orang-orang Wahhabi untuk membatah kita. Begitu juga dengan orang yang menafsirkan hadits Nabi يَنْـزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السّمَاءِ الدُّنْيَا حِِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ يَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِي فأسْتَجِيْبَ لَهُ منْ يَسْألُنِيْ فأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ dengan menafsirkan bahwa Allah bergerak dan turun dari atas ke langit dunia dan berdiam di sana sampai terbit fajar kemudian setelah itu Dia naik ke arah arsy maka orang tersebut telah menjadi kafir. Yang sangat mengherankan dari kaum Musyabbihah, seperti kaum Wahhabiyyah sekarang, mereka meyakini bahwa Allah sama besar dengan arsy, lalu mereka mengatakan bahwa Allah turun ke langit dunia, padahal mereka tahu bahwa besarnya langit dunia dibanding besarnya arsy seperti setetes air dibanding lautan luas, ini artinya dalam keyakinan mereka bahwa Allah ketika turun ke langit dunia menjadi sangat kecil, na’udzu Billah. Ini merupakan bukti nyata akan kebodohan akal mereka. Lalu dengan pemahaman tersebut mereka juga berarti menetapkan bahwa perbuatan Allah hanya turun dan naik saja agar bersesesuaian dengan masing-masing sepertiga akhir malam di setiap bagian bumi ini oleh karena sepertiga akhir malam itu berbeda–beda satu wilayah dengan lainnya. Ini juga merupakan bukti nyata akan kebodohan akal mereka. Makna yangbenar dari hadits tersebut adalah bahwa Malaikat turun dengan perintah Allah ke langit dunia, hingga ketika datang sepertiga akhir malam maka mereka menyeru bagi penduduk bumi sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah sehingga terbit fajar “Sesungguhnya Tuhan kalian berkata Barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku beri ia, barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya, barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni ia”. Pemahaman ini sebagaimana terdapat dalam riwayat al-Imam an-Nasa-i dengan riwayat shahih bahwa Rasulullah bersabda إنَّ اللهَ يُمْهِلُ حَتَّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ الأوَّلُ فَيأْمُرُ مُنَادِيًا فَيُنَادِيْ .... “Sesungguhnya Allah membiarkan malam berlalu hingga lewat separuh malam pertama, setelah itu lalu Allah memerintahkan kepada malaikat untuk menyeru bagi penduduk bumi, maka ia berseru…..”. Kemudian dari pada itu sebagian para perawi al-Imam Bukhari telah memberi harakat “Dlammah” pada kata “Yanzilu..” menjadi “Yunzilu…”, dengan demikian maknanya semakin jelas bahwa yang turun ke langit dunia tersebut adalah adalah malaikat; dengan perintah Allah. Kesimpulannya, siapapun yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, walaupun hanya dengan satu sifat saja, maka dia digolongkan sebagai Musyabbih Mujassim, dan sesuangguhnya seorang Mujassim itu seorang yang kafir sebagaimana dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi’i. Adapun makna perkataan al-Imam ar-Rifa’i tersebut di atas adalah bahwa berpegangteguh dengan makna-makna zhahir dari teks-teks mutasyabihat, baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits, maka hal itu telah menjatuhkan banyak orang dalam kekufuran, karena hal itu telah menjatuhkan mereka dalam keyakinan tasybih. Al-Imam Ahmad ar-Rifa’i juga berkata غَايَةُ الْمَعْرِفَةِ بِاللهِ الإيْقَانُ بِوُجُوْدِهِ تَعَالَى بِلاَ كَيْفٍ وَلاَ مَكَانٍ “Puncak pengetahuan seseorang itu kepada Allah adalah dengan berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa sifat benda dan tanpa tempat“. Maksudnya adalah bahwa puncak yang dapat diraih oleh seorang hamba untuk mengenal Allah adalah meyakini keberadaan-Nya tanpa mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda, dan meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Sesungguhnya ini inilah puncak pengetahuan ma’rifah kepada Allah dari para Nabi dan para Malaikat, serta para wali Allah. Karena mengenal ma’rifah Allah Allah bukan dengan cara membayangkan, bukan dengan cara memprakirakan, dan juga bukan dengan cara menyerupakan-Nya. Allah bukan benda dan Allah juga tidak dapat diperumpamakan oleh gambaran dan pikiran manusia. Sesuatu yang memiliki bentuk dan ukuran maka pasti bisa digambarkan oleh akal pikiran, sementara Allah bukan benda yang memiliki bentuk dan ukuran maka Dia tidak dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia. Mengenal Allah cukup dengan meyakini-Nya bahwa Dia Maha ada, tidak dengan membayangkan-Nya berada pada arah tertentu; seperti arah atas. Jika orang Wahabiy mengatakan “Sesuatu yang ada itu harus memiliki arah dan tempat, bagaimana kalian mengatakan bahwa Allah ada tanpa arah dan tempat?!”, kita katakan kepadanya bahwa jika Allah memiliki arah dan tempat niscaya Dia akan mempunyai banyak keserupaan, juga jika Dia memiliki arah maka berarti ada yang menjadikan-Nya pada arah tersebut, padahal setiap yang ”dijadikan” itu pastilah dia itu makhluk, bukan Tuhan. Demikian inilah makna yang dimaksud dari perkataan al-Imam Ahmad ar-Rifa’i di atas, dan beliau adalah seorang yang sangat mendalam dalam ilmu akidah, beliau telah mengungkapkan perkataannya tersebut dalam kitab “Halatu Ahl al-Haqiqah Ma’a Allah “ . Sebagian ulama berkata عَلَيْكَ بِطُوْلِ الصَّمْتِ يَا صَاحِبَ الْحِجَا لِتَسْلَمَ فِي الدُّنْيَا وَيَوْم القِبَامَة “Hendaklah anda memperpanjang diam wahai orang yang punya akal, agar selamat di dunia dan akhirat / kiamat.” Perkataan ini diambil dari sabda Rasulullah kepada Abu Dzar عَلَيْكَ بِطُوْلِ الصَّمْتِ إلاّ مِنْ خَيْرٍ فَإنّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشّيْطَانِ عَنْكَ وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أمْرِ دِيْنِكَ رواه ابن حبان “Hendaklah kamu memperpanjang diam kecuali kepada hal yang baik, karena demikian itu dapat megalahkan syaitan dan menolong kamu dalam urusan agamamu “ HR. Ibnu Hibban. Seorang yang memiliki akal cerdas adalah orang yang selalu menghadirkan makna firman Allah مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ ق 18 “Tidaklah seseorang itu berucap dari sebuah perkataan kecuali dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid“ QS. Qaf 18. Dia tidak akan berkata-kata kecuali bila ada manfaatnya. Wa Allah A’lam Bi Ash-Shawab, Wa Ilaih at-Tuklan Wa al-Ma’ab.
Merekaini tak pernah sadar bahwa kalau artinya demikian, maka tak ada istimewanya Allah dengan perkataan Laisa kamitslihi syai'un itu. Bukankah banyak sekali bentuk fisik yang unik tak ada duanya di seluruh penjuru semesta. Coba saja anda buat coretan acak di atas kertas, maka itu akan jadi coretan unik yang takkan anda temui di mana pun
About Us Diangpedia adalah sebuah blog yang bergerak di bidang pendidikan. Berisikan tentang materi pendidikan, pengertian, dan lain lain. Diangpedia bertujuan untuk memudahkan pelajar mencari jawaban yang dicari. .
Artidari ayat tersebut adalah: Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya. (QS. (QS. Al-Qashash:88 ) Nah, kalau memang kata wajah itu bermakna wajah yang sebenarnya lalu apakah ini artinya pada hari kiamat kelak segala sesuatu selain wajah Allah termasuk di dalamnya tangan Allah juga akan hancur, ah masa Allah tidak bisa menjaga tangan-Nya
MAKNA LAISA KAMITSLIHI SYAI'UNOleh Abdul Wahab AhmadDalam al-Qur’an, ada satu ayat yang menjadi kunci utama dalam memahami seluruh ayat atau hadis terkait sifat Allah. Ayat itu adalahلَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ"Tiada satu pun yang sama dengan Allah. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" [Surat Asy-Syura 11]Semua pengkaji akidah tahu ayat itu, tapi tak semuanya tahu apa makna sebenarnya dari ayat yang tak tahu maksudnya akan mengira bahwa ayat itu berarti tak ada yang bentuknya atau karakter fisiknya sama dengan Allah. Dalam benak mereka, Allah itu punya fisik hanya saja bentuk dan karakteristiknya kaifiyahnya tak mirip dengan segala bentuk fisik yang lain atau jismun la kal ajsam. Mereka mengira bahwa Allah punya tangan yang tak sama dengan tangan kita, tangan hewan, tangan malaikat, tangan jin atau tangan robot, tapi tetap tangan secara fisik. Demikian punya dengan wajah, mata, kaki dan lainnya hanya berbeda kaifiyahnya saja, tapi tetap organ fisik. Mereka inilah yang disebut para ulama sebagai mujassimah dan ini tak pernah sadar bahwa kalau artinya demikian, maka tak ada istimewanya Allah dengan perkataan Laisa kamitslihi syai'un itu. Bukankah banyak sekali bentuk fisik yang unik tak ada duanya di seluruh penjuru semesta. Coba saja anda buat coretan acak di atas kertas, maka itu akan jadi coretan unik yang takkan anda temui di mana pun, sampai ke akhirat pun takkan menemukan yang sama dengan itu kecuali kalau difoto-copy, hehe. Coba anda buat bentuk abstrak dari tanah liat, atau bayangkan makhluk rekaan dalam kepala anda, maka hasilnya adalah sesuatu yang unik takkan mungkin sama dengan tubuh manusia pun unik takkan ada yang sama persis kaifiyahnya di seluruh penjuru semesta ini. Hitung saja rambutnya atau scan sidik jari dan retinanya kalau tak percaya. Dalam makna ini, maka sebagai manusia anda bisa berkata "laisa kamitsli syai'un" tak ada yang satu pun yang sama denganku dan itu betul. Teman, saudara, dan siapa pun bisa berkata seperti itu juga dan itu semua apa spesialnya Allah berkata seperti itu di ayat di atas? Kalau maknanya hanya seperti di atas tadi, hanya tidak ada ada yang sama dalam hal bentuk dan karakteristiknya kaifiyahnya dengan Allah, maka tak ada yang spesial bagi Allah sebab yang lain juga bisa berkata yang tetapi, para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah Asy'ariyah-Maturidiyah tidak demikian memahami ayat di atas. Makna ayat itu adalah Allah benar-benar berbeda secara mutlak, tak ada yang sama dari aspek mana pun, tak ada bandingannya yang otomatis tak ada jenis kategorisnya dan tak bisa seluruh alam dunia terdiri dari jauhar entitas tunggal terkecil yang terdiri dari satu unsur, jisim entitas yang terdiri beberapa unsur dan aradl aksiden, maka Allah bukan jauhar, jisim atau aradl. Artinya bila mau bertele-tele, maka kita katakan bahwa Allah bukan zat cair, zat padat, zat gas, energi, partikel, massa, volume, ruang, warna, gerakan, atau apapun yang mampu dikenal atau dibayangkan manusia. Lalu apa Allah itu kalau bukan semua hal? Allah ya Allah, makna ini, maka apa bedanya Allah dengan yang lain? Jawabannya adalah berbeda dalam semua hal dan hanya Allah satu-satunya yang berbeda dengan cara seperti ini. Adapun selain Allah, paling banter hanya beda kaifiyah bentuk atau karakteristik saja, bukan beda dalam level bermanfaatSumber FB Ustadz Abdul Wahab Ahmad14 Januari 2021 pukul tauhid
V7pJQ6w. 4ju6mkx7g1.pages.dev/1674ju6mkx7g1.pages.dev/64ju6mkx7g1.pages.dev/124ju6mkx7g1.pages.dev/2474ju6mkx7g1.pages.dev/1984ju6mkx7g1.pages.dev/1384ju6mkx7g1.pages.dev/1254ju6mkx7g1.pages.dev/44ju6mkx7g1.pages.dev/36
arti laisa kamislihi syaiun